Mempertanyakan Sejarah Masuknya Islam di Indonesia (3)
REPUBLIKA.CO.ID, Tentang kapan persisnya Islam masuk ke Indonesia, sebagian besar orientalis berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 M dan ke-13 M.
Pendapat itu didasarkan pada dua asumsi. Pertama, bersamaan dengan jatuhnya Baghdad pada 656 M di tangan penguasa Mongol yang sebagian besar ulamanya melarikan diri hingga ke kepulauan Nusantara. Kedua, ditemukannya beberapa karya sufi pada abad ke-13 M.
Menurut Alwi Shihab, asumsi kedua tak bisa diterima. Bagi dia, justru Islam pertama kali masuk ke Nusantara pada abad pertama Hijriah. Yakni, pada masa pedagang-pedagang sufi-Muslim Arab memasuki Cina lewat jalur laut bagian barat.
Kesimpulan itu didasarkan Alwi pada manuskrip Cina pada periode Dinasti Tang. Manuskrip Cina itu mensyaratkan adanya permukiman sufi-Arab di Cina, yang penduduknya diizinkan oleh kaisar untuk sepenuhnya menikmati kebebasan beragama.
Cina yang dimaksudkan dalam manuskrip pada abad pertama Hijriah itu tiada lain adalah gugusan pulau-pulau di Timur Jauh, termasuk Kepulauan Indonesia.
Dari manuskrip Cina itu pula, terdapat informasi mengenai jalur penyebaran Islam di Indonesia. Disebutkan, masuknya Islam bukanlah dari tiga jalur emas (Arab, India, dan Persia) sebagaimana tertulis dalam buku-buku sejarah selama ini, melainkan langsung dari Arab yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Artefak Cirebon
Pendapat serupa juga dikemukakan guru besar Ilmu Sosiologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Abdullah Ali. Abdullah Ali menyebutkan, ada dua versi mengenai masa masuknya Islam ke Cirebon. Versi pertama menyebutkan Islam masuk ke Cirebon pada abad ke-13. Sedangkan versi kedua, Islam sebenarnya telah masuk ke Cirebon sejak abad ke-13.
Versi pertama, didasarkan pada sejarah berdirinya Kerajaan/Kesultanan Cirebon oleh Syarif Hidayatullah, atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, pada 1450 Masehi.
Sebelumnya, Kerajaan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Walangsungsang atau yang bergelar Pangeran Cakrabuana. Dia adalah putra Prabu Siliwangi, yang memerintah di Kerajaan Pajajaran. Karenanya, di masa pemerintahan Pangeran Cakrabuana, Kerajaan Cirebon masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.
Pangeran Cakrabuana memiliki seorang putri yang bernama Nyi Mas Pakungwati. Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan putrinya itu dengan Sunan Gunung Jati, yang tak lain adalah putra dari adik kandungnya yang bernama Nyi Mas Rarasantang.
Karenanya, setelah Pangeran Cakrabuana wafat, Kerajaan Cirebon pun dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Saat itulah, Sang Sunan memproklamasikan diri terlepas dari Kerajaan Pajajaran yang diperintah oleh kakeknya pada 1450 Masehi. Peristiwa merdekanya Kerajaan Cirebon dari Kerajaan Pajajaran itulah yang kemudian dijadikan pertanda masuknya Islam ke Cirebon.
Pendapat itu didasarkan pada dua asumsi. Pertama, bersamaan dengan jatuhnya Baghdad pada 656 M di tangan penguasa Mongol yang sebagian besar ulamanya melarikan diri hingga ke kepulauan Nusantara. Kedua, ditemukannya beberapa karya sufi pada abad ke-13 M.
Menurut Alwi Shihab, asumsi kedua tak bisa diterima. Bagi dia, justru Islam pertama kali masuk ke Nusantara pada abad pertama Hijriah. Yakni, pada masa pedagang-pedagang sufi-Muslim Arab memasuki Cina lewat jalur laut bagian barat.
Kesimpulan itu didasarkan Alwi pada manuskrip Cina pada periode Dinasti Tang. Manuskrip Cina itu mensyaratkan adanya permukiman sufi-Arab di Cina, yang penduduknya diizinkan oleh kaisar untuk sepenuhnya menikmati kebebasan beragama.
Cina yang dimaksudkan dalam manuskrip pada abad pertama Hijriah itu tiada lain adalah gugusan pulau-pulau di Timur Jauh, termasuk Kepulauan Indonesia.
Dari manuskrip Cina itu pula, terdapat informasi mengenai jalur penyebaran Islam di Indonesia. Disebutkan, masuknya Islam bukanlah dari tiga jalur emas (Arab, India, dan Persia) sebagaimana tertulis dalam buku-buku sejarah selama ini, melainkan langsung dari Arab yang dibawa oleh para pedagang Arab.
Artefak Cirebon
Pendapat serupa juga dikemukakan guru besar Ilmu Sosiologi IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Abdullah Ali. Abdullah Ali menyebutkan, ada dua versi mengenai masa masuknya Islam ke Cirebon. Versi pertama menyebutkan Islam masuk ke Cirebon pada abad ke-13. Sedangkan versi kedua, Islam sebenarnya telah masuk ke Cirebon sejak abad ke-13.
Versi pertama, didasarkan pada sejarah berdirinya Kerajaan/Kesultanan Cirebon oleh Syarif Hidayatullah, atau yang dikenal dengan nama Sunan Gunung Jati, pada 1450 Masehi.
Sebelumnya, Kerajaan Cirebon dipimpin oleh Pangeran Walangsungsang atau yang bergelar Pangeran Cakrabuana. Dia adalah putra Prabu Siliwangi, yang memerintah di Kerajaan Pajajaran. Karenanya, di masa pemerintahan Pangeran Cakrabuana, Kerajaan Cirebon masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.
Pangeran Cakrabuana memiliki seorang putri yang bernama Nyi Mas Pakungwati. Pangeran Cakrabuana kemudian menikahkan putrinya itu dengan Sunan Gunung Jati, yang tak lain adalah putra dari adik kandungnya yang bernama Nyi Mas Rarasantang.
Karenanya, setelah Pangeran Cakrabuana wafat, Kerajaan Cirebon pun dipimpin oleh Sunan Gunung Jati. Saat itulah, Sang Sunan memproklamasikan diri terlepas dari Kerajaan Pajajaran yang diperintah oleh kakeknya pada 1450 Masehi. Peristiwa merdekanya Kerajaan Cirebon dari Kerajaan Pajajaran itulah yang kemudian dijadikan pertanda masuknya Islam ke Cirebon.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda