Mempertanyakan Sejarah Masuknya Islam di Indonesia (1)
REPUBLIKA.CO.ID, Sejak di bangku sekolah dasar, setiap anak Indonesia terutama yang Muslim diperkenalkan tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia.
Kepada mereka, disampaikan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 yang dibawa oleh para pedagang Gujarat (India).
Kepada mereka, disampaikan bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-13 yang dibawa oleh para pedagang Gujarat (India).
Dan, adapun wilayah yang pertama kali didatangi oleh pedagang Gujarat itu adalah Samudera Pasai, Aceh. Selama bertahun-tahun, kondisi serupa masih disampaikan hingga kini. Seolah, itulah yang benar.
Karena itu, hingga hari ini, pelajaran sejarah tentang masuknya Islam ke Indonesia, disebutkan datang pada abad ke-13 M. Pendapat ini dianggap yang paling valid, atau mendekati kebenaran. Benarkah demikian?
Tiga versiSejauh ini, sejarah masuknya Islam ke Indonesia berkembang dalam berbagai versi. Setidaknya, ada tiga teori yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Indonesia. Yakni, teori Gujarat (India), teori Persia, dan Makkah.
Menurut teori pertama (Gujarat), Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang Gujarat (India) yang beragama Islam pada sekitar abad ke-13 M.
Tiga versiSejauh ini, sejarah masuknya Islam ke Indonesia berkembang dalam berbagai versi. Setidaknya, ada tiga teori yang menjelaskan mengenai masuknya Islam ke Indonesia. Yakni, teori Gujarat (India), teori Persia, dan Makkah.
Menurut teori pertama (Gujarat), Islam masuk ke Indonesia melalui para pedagang Gujarat (India) yang beragama Islam pada sekitar abad ke-13 M.
Teori kedua (Persia) berkeyakinan, masuknya Islam ke Indonesia melalui peran pedagang asal Persia yang dalam perjalanannya singgah di Gujarat sebelum ke Nusantara sekitar abad ke-13 M.
Teori ketiga (Makkah), menyebutkan, Islam tiba di Indonesia dibawa langsung oleh para pedagang Muslim yang berasal dari Timur Tengah sekitar abad ke-7 M.
Teori pertama (Gujarat) diusung oleh Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck Hurgronje, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Teori pertama (Gujarat) diusung oleh Pijnapel yang kemudian diteliti lebih lanjut oleh Snouck Hurgronje, Fatimi, Vlekke, Gonda, dan Schrieke (Drewes: 1985; Azra: 1999).
Hurgronje, seorang misionaris, mengatakan, Islam masuk ke Indonesia dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali, dan Malabar. Menurut teori ini, pedagang dari Gujarat yang berperan besar menyebarkan Islam ke Nusantara.
Disebutkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, dalam bukunya, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, teori Gujarat ini masuk ke Indonesia dapat dilihat dari kesamaan ajaran dengan mistik yang ada di India.
Sementara itu, teori kedua (Persia), menyatakan, Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan, wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai. Teori ini mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia.
Misalnya, peringatan Hari Asyura (10 Muharam), kesamaan Al-Hallaj dengan Syekh Siti Jenar, penggunaan istilah Iran (Persia), nisan Malikus Saleh (1297), dan pengakuan umat Islam terhadap Mazhab Syafi’i. Teori ini dipegang oleh PA Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, JC van Leur, M Dahlan Mansur, dan Haji Abubakar Atjeh.
Disebutkan oleh Ahmad Mansur Suryanegara, dalam bukunya, Menemukan Sejarah, Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, teori Gujarat ini masuk ke Indonesia dapat dilihat dari kesamaan ajaran dengan mistik yang ada di India.
Sementara itu, teori kedua (Persia), menyatakan, Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan, wilayah pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai. Teori ini mengungkapkan adanya kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok masyarakat Islam dengan penduduk Persia.
Misalnya, peringatan Hari Asyura (10 Muharam), kesamaan Al-Hallaj dengan Syekh Siti Jenar, penggunaan istilah Iran (Persia), nisan Malikus Saleh (1297), dan pengakuan umat Islam terhadap Mazhab Syafi’i. Teori ini dipegang oleh PA Hoesein Djajadiningrat, Haji Muhammad Said, JC van Leur, M Dahlan Mansur, dan Haji Abubakar Atjeh.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda