Mengenal lebih dekat Pendekatan Pembelajaran SAVI
Hello all friends netter ... greetings of peace to us all….biar blogg yang masih bayi ini agak komplit tiap labelnya, saya posting lagi nich…jika postingan terdahulu kita mbahas model pembelajaran kelompok, maka edisi kali ini kita akan coba mbahas pendekatan pembelajaran SAPI. Eeeeeee. SAVI maksudnya. Pendekatan pembelajaran ini mulai ngetrend sejak mas Dave Meier,Bobbi De Porter, and Mike Hernacki menerbitkan buku-buku keren seperti quantum Learning dan The accelerated Learning. Bagi ente-ente yang profesinya guru,pendidik,atau praktisi pendidikan lainnya buku-buku itu mestinya wajib menjadi pegangan. Apalagi bagi ente-ente yang udah punya sertifikat profesi. Malu donk kalau sampe liat sampul bukunya aja belon.
Well let's discuss what Learning approach it SAVI….Pembelajaran SAVI itu akronim dari SOMATIS,AUDITORI,VISUAL,INTELEKTUAL. Maksudnya cara-cara belajar yang mengoptimalkan aspek somatis (gerak), auditori (pendengaran), visual (penglihatan) dan intelektual (pikiran). Keempat aspek tersebut digabung, dipadukan dan yang terpenting dioptimalkan ketika seseorang melakukan proses belajar. Lalu siapa yang mengoptimalkan? Tentu saja si pembelajar sendiri, atau fasilitator belajar misalnya guru, tutor, instruktur dan yang sejenisnya.
Pendekatan belajar ini didasari oleh fakta bahwa setiap orang memiliki gaya berfikir dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian kita dapat belajar dengan baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya orang-orang seperti ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan fasilitator dan tidak terganggu oleh kebisingan. Pola belajar demikian disebut gaya belajar visual. Disisi lain banyak pula pelajar yang mengandalkan kemampuan mendengar untuk mengingat dan tidak sedikit siswa yang memiliki cara belajar paling efektif dengan terlibat langsung dengan kegiatan.
Menurut Silberman (2006:28) hanya sedikit siswa yang memiliki satu jenis cara belajar. Berdasarkan hasil penelitian dari setiap 30 siswa 22 diantaranya dapat belajar dengan sangat efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan belajar yang berupa kombinasi antara visual-auditorial-kinestetik. Namun 8 siswa lainnya hanya menyukai satu bentuk cara pembelajaran sehingga mereka kesulitan memahami pelajaran jika metode penyampainnya tidak sesuai dengan gaya belajar mereka. Guna memenuhi kebutuhan ini pembelajaran harus bersifat multisensori dan penuh dengan variasi.
Sementara itu John Dewey menegaskan bahwa sekolah harus dijadikan tempat kerja. Ia menganjurkan metode proyek dan problem solving harus banyak diterapkan dalam sistem pembelajaran. Ia mempopulerkan istilah Learning By Doing. Deporter (2005:117) menjelaskan bahwa belajar berdasarkan aktivitas secara umum jauh lebih efektif daripada didasarkan presentasi, materi dan media. Alasannya adalah cara belajar berdasar aktivitas mengajak siswa terlibat sepenuhnya. Telah terbukti di banyak penelitian bahwa orang belajar dengan lebih baik dari berbagai aktivitas dan pengalaman yang dipilih dengan tepat daripada mereka belajar dengan duduk didepan penceramah, buku panduan, televisi atau komputer.
Namun pembelajaran tidak akan meningkat secara otomatis dengan menyuruh siswa berdiri dan bergerak kesana kemari. Pembelajaran yang baik adalah dengan menggabungkan gerakan fisik, dengan aktivitas berfikir (intelektual) dan penggunaan semua inder (pendengaran) dan penglihatan (visual). Pendekatan belajar demikian menurut Meier disebut pendekatan SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual). Keempat unsur tersebut harus berjalan sinergis, terpadu dan simultan.
Dave Maier memberikan penjelasan mengenai pendekatan pembelajaran SAVI sebagai berikut:
a) Belajar somatis. Somatis berasal dari Bahasa Yunani “soma” yang berarti tubuh. Jadi belajar somatis berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh ketika belajar. Penelitian neurologis telah membongkar keyakinan kebudayaan barat yang keliru bahwa pikiran dan tubuh adalah entitas yang terpisah. Temuan penelitian menyimpulkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan sistem kimiawi-biologis yang terpadu. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatis menggunakan tubuh mereka sepenuhnya dalam belajar maka kita menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya. Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh guru perlu menciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas fisik, tetapi dengan berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik kita dapat membantu pembelajaran siswa dengan baik.
b) Belajar Auditori. Pikiran auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita menangkap dan menyimpan informasi auditori bahkan tanpa kita sadari. Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri siswa carilah cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Minta mereka menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara. Mintalah mereka membaca keras-keras, ajaklah mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keteramipilan, membuat tinjauan pengalaman belajar atau memperhatikan penjelasan dari sumber-sumber belajar.
c) Belajar visual. Pembelajar visual akan lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang dibicarakan seorang penceramah, buku atau program komputer. Pembelajar visual belajar dengan baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon, gambar, dan gambaran dari segala macam hal ketika mereka sedang belajar. Bahkan mereka dapat belajar secara optimal dengan menciptakan peta gagasan, diagram, ikon, dan beberapa image dari yang mereka pelajari. Pembelajar dewasa juga lebih mudah belajar jika menciptakan piktogram, ikon, atau pajangan tiga dimensi dan bentuk visual lain dari materi yang dipelajari. Teknik lain yang bisa dilakukan untuk semua orang dengan keterampilan visual yang kuat adalah dengan meminta mereka mengamati situasi dunia nyata lalu memikirkan situasi itu, menggambarkan proses, prinsip atau makna yang dicontohkannya.
d) Belajar intelektual. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai-nilai dari hubungan tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan syaraf baru dan belajar. Intelektual menghubungan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri.
Label: Model Pembelajaran
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda