PLH SMA GRESIK KELAS XII



                                                     Surmber Daya Alam Hutan
Di antara berbagai jenis sumber daya alam daratan yang dapat pulih adalah hutan. Hutan merupakan salah satu sumber pendapatan yang terbesar, baik bagi masyarakat maupun bagi negara. Di samping itu, hutan juga mempunyai arti yang sangat penting bagi kelestarian lingkungan hidup manusia. Dengan demikian, baik demi peranannya sebagai sumber pendapatan
maupun demi peranannya dalam pelestarian lingkungan hidup, kelestarian hutan harus dijaga sungguh-sungguh.
Bagaimana seandainya hutan sebagai sumber daya alam terancam keberadaannya? Bagaimana cara mencegahnya? Apa dampaknya bagi kehidupan? Kita akan mempelajarinya dalam bab ini.

A. Hutan
Hutan merupakan sumber daya yang dapat pulih, tetapi perlu diketahui bahwa untuk dapat tumbuh kembali, hutan memerlukan waktu yang lama. Pemulihan ini mungkin terjadi hanya jika sarana tumbuhnya, seperti tanah, tidak sampai rusak. Karena hutan memiliki peran yang sangat penting untuk menjaga kelestarian lingkungan, pemanfaatannya seharusnya memperhatikan fungsi hutan dan azas keberlanjutan.
Indonesia memiliki hutan tropis yang kaya akan jenis-jenis tumbuhan dan satwa. Dari 4,5 juta jenis tumbuhan dan satwa yang ada di dunia, 3 juta di antaranya terdapat di Indonesia dan dari jumlah itu baru sekitar 500 ribu jenis yang pernah diteliti.

1. Pengertian Hutan
Hutan adalah sebuah kawasan yang ditumbuhi dengan lebat oleh pepohonan dan tumbuhan lainnya. Kawasan-kawasan semacam ini terdapat di wilayah-wilayah yang luas di dunia dan berfungsi sebagai penampung karbon dioksida (carbon dioxide sink), habitat hewan, modulator arus hidrologi, serta pelestari tanah, dan merupakan salah satu aspek biosfer bumi yang paling penting.
Hutan merupakan bentuk kehidupan yang terbesar di seluruh dunia. Kita dapat menemukan hutan, baik di daerah tropis maupun daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun di pegunungan, dan di pulau kecil maupun di benua besar. Orang awam mungkin melihat hutan lebih sebagai sekumpulan pohon kehijauan dengan beraneka jenis satwa dan tumbuhan liar. Sebagian lain bahkan akan menganggapnya menakutkan. Namun, jika kita mengikuti pengertian ilmu kehutanan, hutan merupakan "suatu kumpulan tetumbuhan, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lain, yang menempati daerah yang cukup luas." Adapun yang dimaksud dengan pohon, dalam pengertian ini, adalah tumbuhan cukup tinggi dengan masa hidup bertahun-tahun. Jadi, tentu berbeda dengan sayur-sayuran atau padi-padian yang hidup semusim saja. Pohon juga berbeda karena secara mencolok memiliki sebatang pokok tegak berkayu yang cukup panjang dan bentuk tajuk (mahkota daun) yang jelas.

Suatu kumpulan pepohonan dianggap hutan jika mampu menciptakan iklim dan kondisi lingkungan yang khas setempat, yang berbeda dari pada daerah diluarnya. Jika kita berada di hutan hujan tropis, misalnya, rasanya seperti masuk ke dalam ruang sauna yang hangat dan lembap, yang berbeda dibandingkan daerah perladangan sekitarnya. Pemandangannya pun berlainan. Hal ini berarti segala tumbuhan lain dan hewan (hingga yang sekecil-kecilnya), serta beraneka unsur tak hidup lain termasuk bagian-bagian penyusun yang tidak terpisahkan dari hutan.
2. Macam-Macam Hutan
Para rimbawan berusaha menggolong-golongkan hutan sesuai dengan kenampakan khas masing-masing. Tujuannya untuk memudahkan manusia dalam mengenali sifat khas hutan. Dengan mengenali betul-betul sifat sebuah hutan, kita akan memperlakukan hutan secara lebih tepat sehingga hutan dapat lestari, bahkan terus berkembang. Ada berbagai jenis hutan. Pembedaan jenis-jenis hutan ini pun bermacam-macam pula, seperti dalam uraian berikut ini.
a. Berdasarkan Asalnya
Kita mengenal hutan yang berasal dari biji, tunas, serta campuran antara biji dan tunas. Hutan yang berasal dari biji disebut juga hutan tinggi karena pepohonan yang tumbuh dari biji cenderung menjadi lebih tinggi dan dapat mencapai umur lebih lanjut. Hutan yang berasal dari tunas disebut hutan rendah dengan alasan sebaliknya. Penggolongan lain menurut asalnya adalah hutan perawan (primer) dan hutan sekunder. Hutan perawan merupakan hutan yang masih asli dan belum pernah dibuka oleh manusia. Hutan sekunder ada.lah hutan yang tumbuh kembali secara alami'iEtelah ditebang atau kerusakan yang cukup luas. Akibatnya, pepohonan di hutan sekunder sering terlihat lebih pendek dan kecil. Namun, jika dibiarkan tanpa gangguan misalnya, selama ratusan tahun - kita akan sulit membedakan antara hutan sekunder dan hutan primer.
b. Berdasarkan Cara Permudaan (Ttrmbuh Kembali)-nya
Hutan dapat dibedakan sebagai hutan dengan permudaan alami, permudaan buatan, dan permudaan campuran. Hutan dengan permudaan alami berarti penyerbukan bunga dan penyebaran biji pohon tidak dilakukan oleh manusia, melainkan oleh angin, air, atau hewan. Hutan dengan permudaan buatan berarti manusia sengaja menyerbukkan bunga serta menyebar biji untuk menumbuhkan kembali hutan. Hutan dengan permudaan campuran berarti campuran kedua jenis sebelumnya. Di daerah beriklim sedang, perbungaan terjadi dalam waktu singkat, sering tidak berlangsung setiap tahun, dan penyerbukannya lebih banyak melalui angin. Di daerah tropis, perbungaan terjadi hampir sepanjang tahun dan hampir setiap tahun. Sebagai p*g".ruiiurr, perbungaan pohon-pohon Dipterocarp (meranti) di Kalimantan dan Sumatera terjadi secara berkala. Pada tahun tertentu, hutan meranti berbunga secara bersamaan, tetapi pada tahun-tahun berikutnya meranti sama sekali tidak berbunga. Musim bunga hutan meranti merupakan kesempatan emas untuk melihat biji-biji meranti yang memiliki sepasang sayap melayang-layang terbawa angin.

Berdasarkan Susunan Jenisnya Berdasarkan susunan jenisnya, kita mengenal hutan sejenis dan hutan campuran. Hutan sejenis, atau hutan murni, memiliki pepohonan yang sebagian besar berasal dari satu jenis, walaupun ini tidak berarti hanya ada satu jenis itu. Hutan sejenis dapat tumbuh agresif secara alami. Misalnya, hutan tusam (pinus) di Aceh dan Kerinci terbentuk karena kebakaran hutan yang luas pernah terjadi dan hanya tusamjenis pohon yang bertahan hidup. Hutan sejenis dapat juga merupakan hutan buatan, yaitu hanya satu atau sedikit jenis pohon utama yang sengaja ditanam seperti itu oleh manusia, seperti dilakukan di lahan-lahan HTI (hutan tanaman industri). Penggolongan lain berdasarkan pada susunanjenis adalah hutan daunjarum (konifer) dan hutan daun lebar.
Hutan daun jarum (seperti hutan cemara) umumnya terdapat di daerah beriklim dingin, sedangkan hutan daun lebar (seperti hutan meranti) biasa ditemukan di daerah tropis.

Berdasarkan Tirjuan Pengelolaannya
Berdasarkan tujuan pengelolaannya, hutan dapat dibedakan menjadi:
1) hutan produksi, yaitu hutan yang dikelola untuk menghasilkan kayu ataupun hasil hutan bukan kayu (non-timber forest product);
2) hutan lindung, yaitu hutan yang dikelola untuk melindungi tanah dan tata air;
3) hutan suaka alam, yaitu hutan yang dikelola untuk melindungi kekayaan keanekaragaman hayati atau keindahan alam;
4) hutan konversi, yakni hutan yang dicadangkan untuk penggunaan lain,dapat dikonversi untuk pengelolaan non-kehutanan.

Berdasarkan Perbedaan Iklim
Berdasarkan perbedaan iklimnya, Indonesia memiliki hutan gambut, hutan hujan tropis, dan hutan monsun.
1) Hutan Gambut
Hutan gambut ada di daerah tipe iklim A (sangat basah) atau B (basah),yaitu di pantai Sumatera, sepanjang pantai dan sungai besar Kalimantan,dan sebagian besar pantai selatan Papua.
2) Hutan Hujan Tropis
Hutan hujan tropis menempati daerah tipe iklim A dan B. Jenis hutan ini menutupi sebagian besar Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku Utara, dan Papua. Di bagian barat Indonesia, lapisan tajuk tertinggi hutan dipenuhi famili Dipterocarpaceae (terutama genus Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, dan Hopea). Lapisan tajuk di bawahnya ditempati oleh famili Lauraceae, Myristicaceae, Myrtaceae, dan Guttiferaceae. Di bagian timur, genus utamanya adalah Pometia, Instia, Palaquium, Parinari,Agathis, dan Kalappia.
3) Hutan Monsun
Hutan ini tumbuh di daerah tipe iklim C (agak kering) atau D (kering),yaitu di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTB, sebagian NTT bagian tenggara Maluku, dan sebagian pantai selatan papua. Spesies pohon di hutan ini di antaranya adalah: jati (Tectona grandis), walikukun (Actinop ho ra fra g rans), ekaliptus (Eucalyptusalba), cendana (Santalum album), dan kayu putlh (Melaleucaleucadendron).

f. BerdasarkanSifatTanah
Berdasarkan sifat tanahnya, jenis hutan di Indonesia mencakup hutan pantai, hutan mangrove, dan hutan rawa.
1) Hutan Pantai
Hutan pantai terdapat di sepanjang pantai yang kering, berpasir, dan tidak landai, seperti di pantai selatan Jawa. Spesies pohonnya, antararain ketapang (Terminalia catappa), waru (Hibiscus tiliaceus), cemara laut (Casuarina e qui s etfolia), dan pandan (Pandanus te ctorius).
2) Hutan Mangrove
Di Indonesia, luas hutan mangrove mencapai ll6.000 ha dan tersebar di sepanjang pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera,sepanjang pantai Kalimantan, dan pantai selatan Papua. Jenis-jenis pohon utamanya berasal dari genus Avicennia, Sonneratia, dan Rhizopherla. Spesies pohon rawa misalnya adalah ny atoh (Palaquium leio c arpum),kempas (Koompassia spp.), dan ramin (Gonysrylus spp.).
3. Konservasi Hutan
Perlindungan hutan dan konservasi alam merupakan seluruh upaya untuk melindungi eksistensi kawasan dan sumber daya hutan, melakukan pencegahan dan penanggulangan kebakaran hutan, konservasi kawasan dan keanekaragaman hayati yang terkandung didalamnya, sefia mengembangkan wisata alam dan pemanfaatan jasa lingkungan. Perlindungan terhadap kawasan hutan diarahkan untuk mempertahankan eksistensi kawasan hutan dan keanekaragaman hayatirfira serta menjaga hutan sebagai sistem penyangga kehidupan dapat terus berlangsung. Selama tahun 2005 telah tercatat berbagai gangguan yang mengancam eksistensi dan kondisi kawasan hutan. Gangguan berupa penyerobotan kawasan hutan oleh masyarakat mencapai luasan 19.527,91 hektar, sedangkan gangguan terhadap penegakkan hutan berupa penebangan ilegal diperkirakan telah mengakibatkan kehilangan kayu + 686.353,01 m3. Berdasarkan UU Nomor 4 1 I 1999 tentang Kehutanan, hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tetrentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman hayati serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi dibedakan menjadi kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman buru.
a. Kawasan SuakaAlam
Kawasan suaka alam adalah hutan yang dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah penyangga kehidupan. Termasuk dalam kategori kawasan ini ialah cagar alarrr dan suaka margasatwa. Kedua kategori kawasan tersebut dilindungi secara ketat sehingga tidak boleh ada sedikit pun campur tangan manusia dalam proses-proses alami yang terjadi di dalam kawasan tersebut. Kawasan ini hanya diperuntukkan bagi keperluan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Saat ini terdapat 241 unit cagar alam darat dengan total luas 4.524.848,92 ha dan 8 unit cagar alam perairan dengan luas sekitar 404.020 ha; sedangkan suaka margasatwa darat sebanyak 71 unit dengan luas 5.004.629,74ha,5 unit suaka perairan dengan luas sekitar 337.750 ha.
b. Kawasan PelestarianAlam
Kawasan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Termasuk ke dalam kategori kawasan ini adalah taman nasional, taman wisata alam, dan taman hutan raya.
1) Taman Nasional -
Sumber: upbad.w ikime dia.o rg
Gambar 1.3 Taman Nasional Komodo
2) Taman Wisata Alam
Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi untuk keperluan ilmu pengetahuan, pendidikan,penunjang budi daya tumbuhan dan/atau satwa, pariwisata, serta rekreasi. Dewasa ini telah ada 43 unit taman nasional darat dengan luas 12.330.204,6I ha dan 7 unit taman nasional laut dengan luas 4.045.048,70ha.
Taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam dengan tujuan utama untuk dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Saat ini terdapat 105 unit taman wisata alam darat dengan total luas sekitar 271.224,51ha dan 19 taman wisata laut dengan total luas 770.120,70t:a.
3) Taman Hutan Raya
Thman hutan raya merupakan kawasan pelestarian alam yang ditetapkan untuk tujuan koleksi tumbuh-tumbuhan dan/atau satwa yang alami atau bukan alami, dari jenis asli atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya tumbuhan dan/atat satwa, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Saat ini terdapat 2l tnit taman hutan raya dengan luas total sekitar 347.421.34ha.
c. Taman Buru
Taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata buru. Saat ini terdapat 14 unit taman buru dengan total luas sekitar 224.816,04 ha.

B. Kebakaran Hutan
Pada pertengahan tahun 1997 ,kebakaran hutan di Indonesia mulai memengaruhi. negara tetangganya; menyebarkan awan tebal, asap, dan kabut ke Malaysia dan Singapura. Hujan musiman pada awal Desember dapat meredakannya sejenak. Namun, sesudahnya kondisi kering dan kebakaran timbul kembali. pada tahun 1998, Brunei, Thailand, Vietnam, dan Philipina juga terkena asap tersebut. Ketika kebakaran tahun1997-1998 berakhil kejadian ini telah menyebabkan terbakarnya delapan juta hektar lahan. Sementara itu, berjuta manusia menderita akibat pencemaran udara yang ditimbulkannya. Kebakaran tersebut, yang sebagian besar dilakukan dengan sengaja, dan diperburuk oleh kondisi kekeringan akibat El Nino merupakan salah satu bencana lingkungan terburuk abad ini.

Sumber: foto.detik.com
Gambar 1.4 Kebakaran hutan.
Gambar 1.5 Kepulan asap akibat kebakaran hutan.

1. Faktor-Faktor Penyebab Kebakaran Hutan
Kebakaran liar, atau juga kebakaran hutan, kebakaran vegetasi, kebakaran rumput, atau kebakaran semak, adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi dapat juga memusnahkan rumah-rumah atau sumbei daya pertanian. Penyebab umum kebakaran liar di antaranya adalah petir, keceroboharmanusia,dan pembakaran.
Hutan hujan Indonesia terbakar karena beberapa faktor saling berhubungan yang berkaitan dengan manusia dan alam. Faktor tersebut sering tati Oitaturlan oleh retorika bermuatan politik, penyederhanaan yang berlebihan, dan kurangnya informasi. Kemungkinan suatu hutan terbakar bergantung pada tingkat Uatraya aan risiko api. Bahaya api adalah suatu ukuran tentang jumlah, jenis, dan kekeringan bahan bakar potensial yang ada di hutan. Risiko api adalah ukuran kemungkinan

Gambar 1.6 Huian 1

tersulutnya api. Tingkat risiko api umumnya berhubungan dengan tindakan manusia, seperti melakukan pembakaran di dekat hutan. Penebangan kayu, pembukaan lahan, dan praktek perladangan berpindah telah menciptakan lingkungan dengan risiko/bahaya api tinggi di hutan dataran rendah. Hal ini telah menyebabkan api liar yang sangat besar seperti yang terjadi tahan 199711998.
Sebagian besar hutan di Sumatra dan Kalimantan telah dirusak oleh manusia dan puluhan juta hektar telah diubah menjadi lahan pertanian dan padang rumput.
Belakangan ini, sebagian besar hutan yang masih tersisa telah ditebangi. Apa yang tersisa hanyalah sebuah mosaik jenis tumbuhan dan ladang. "Rezim api" adalah suatu istilah yang berkaitan dengan tingkat frekuensi, intensitas, dan luasan api untuk jenis vegetasi tertentu pada kondisi iklim dan pengelolaan yang tertentu pula. "Rezim api" hutan hujan Indonesia telah berubah dengan cepat selama dua puluh tahun terakhir. Kebakaran makin sering terjadi, makin luas, dan makin besar.
Peladangan berpindah telah dilakukan secara luas di Indonesia selama ribuan tahun dan terus berlanjut sampai sekarang dibanyak tempat. Untuk jangka panjang, peladangan berpindah seca.ra tradisional dianggap memiliki dampak yang kecil terhadap ekosistem hutan. Namun demikian,hal itu dapat mengubah komposisi tumbuhan pada lahan yang digunakan secara intensif. Kecenderungan saat ini mengarah pada pembukaan lahan yang lebih besar untuk waktu yang lebih ldma dan hanya memberikan sedikit waktu bagi tumbuhan untuk pulih di antara masa rotasi. Jumlah populasi di beberapa wilayah hutanjuga meningkat pesat saat peladangan berpindah mengikuti jalan yang dibuka oleh penebang kayu ke dalam hutan. Intensifikasi peladangan berpindah disertai dengan jumlah populasi manusia yang makin tinggi di hutan telah meningkatkan kerusakan hutan maupun risiko api selama tiga decade terakhir.
Kekeringan yang berkaitan dengan El Nino muncul di Indonesia setiap dua sampai tujuh tahun dengan intensitas yang berbeda-beda. Kejadian yang parah menyebabkan kegagalan panen, kekurangan air, dan menimbulkan dampak terhadap hutan yang meliputi matinya pohon atau terganggunya daur pembungaan. El Nino tahtn 199111998 telah mengurangi hujan tahunan di Kalimantan sampai sekitar l0 9o dari nilai normalnya. Kekeringan yang tinggi disertai dengan tingginya beban bahan bakar di hutan yang telah ditebang serta digunakannya api untuk pembukaan lahan telah menciptakan tingginya bahaya kebakaran. Dalam keadaan seperti ini,kebakaran dapat timbul secara alamiah (misalnya, dari sambaran petir, atau dari kebakaran lapisan batu bara). Namun, kelalaian dan keserakahan manusialah yang bertanggung jawab atas sejumlah besar meluasnya sebaran kebakaran diIndonesia.
Dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan hujan di Indonesia jarang terjadi pada lahan yang tidak terganggu. Kegiatan manusia telah meningkatkan bah aya dan risiko api selama tiga dekade terakhir. Kebakaran tahun 1997 /1998 diakibatkan oleh buruknya pengelolaan hutan dan lemahnya pengendalian kebakaran disertai dengan kekeringan yang belirm pernah terjadi sebelumnya. Dataran rendah Sumatra dan Kalimantan akan terus dikonversi menjadi perkebunan dan penggunaan nirhutan lainnya pada tahun-tahun mendatang. Oleh karena itu, penyebabnya harus ditemukan untuk mengendalikan penggunaan api dan mencegah kerusakan hutan, mengingat pentingnya fungsi hutan sebagai penghasil kayu, konservasi alam, dan penyangga air, serta untuk menghindari pencemaran udara dan kerusakan atmosfer.
2. Dampak Kebakaran Hutan
Zaman dahulu, yaitu pada abad ke- 15 dan ke- I 6, Portugis dan Belanda mencatat adanya kebakaran besar yang terjadi di hutan alam dan lahan gambut di Borneo. Kejadian ini juga disertai dengan kabut yang mencekik dan menyebar luas sejauh lokasi Singapura saat ini. Secara periodik pada tahun 1980 dan 1990-an, kebakaran berarti terjadi di kawasan ini. Namun, para ahli setuju bahwa kebakaran yang terjadi selama tahun 1997-1998 merupakan peristiwa yang paling merusakkan disebabkan musim kering panjang akibat fenomena arus balik El-Nino Southern Oscillation yang bertepatan pula dengan peristiwa perluasan pembukaan lahan untuk hutan tanaman industri.

Sumber: www.ckpp.oxid Sumber: dodisarjana.kompasiana.com
Gambar 1.7 Terbakarnya hutan gambut.

1.8 Asap yang tebal mengganggu kesehat-

Dampak kebakaran tahrn 199l/1998 di Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan mekanisme penyebab dampak dan hubungannya dengan ruang dan waktu. Berdasarkan hal tersebut, dampak kebakaran hutan dapat dikategorikan sebagai berikut.

a. Dampak Langsung
Dampak langsung adalah kerusakan langsung yang disebabkan oleh api yang menghanguskan tanaman alamiah atau tanaman pertanian dan membunuh hewan.

b. Dampak Tidak Langsung (Jangka Pendek)
Dampak ini meliputi rusaknya tanaman yang mengakibatkan kehi dupan liar mati karena hilangnya makanan dan habitat, kerugian manusia atau hilangnya pendapatan dan makanan yang diperoleh dari hutan, erosi tanah, sedimentasi pada badan air, gangguan fungsi hidrologis hutan, dan gangguan terhadap daur hara. Asap menyebabkan penyakit akut pada manusia, mengganggu
pariwisata, transportasi, dan bisnis, mengurangi kenyamanan hidup, berperan dalam melubangi ozon, menimbulkan hujan asam, gas-gas rumah kaca, serta terganggunya proses fotosintesis pada tanaman dengan menahan masuknya sinar matahari.

c. Dampak Tidak Langsung (Jangka Panjang)
Dampak ini lebih sulit untuk dibuktikan dan dihubungkan dengan kebakaran seperti dua golongan di atas. Yang termasuk dalam golongan ini adalah kemungkinin dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia akibat terkena asap dari kebakaran tanaman serta perubahan komposisi spesies atau proses ekologis yang akan terus berlangsung selama beberapa dekade atau beberapa abad.

d. Dampak Kumulatif
Dampak kumulatif, yaitu perubahan ekologis jangka panjang yang terjadi karena kebakaran besar yang berlangsung berurutan pada interval pendek seperti yang tefjadi di Indonesia selama dua dekade. Baik sendirian ataupun bergabung dengan faktor pengganggu lainnya seperti konversi hutan, dampak kumulatif kebakaran yang berurutan dapat menimbulkan kepunahan dan perubahan yang permanen terhadap komposisi spesies dan struktur tanaman. Dampak nyata yang ditimbulkan oleh kebakaran liar, antara lain sebagai berikut.

1) Menyebarnya emisi gas karbon dioksida ke atmosfer. Kebakaran hutan pada 1997 menghasilkan emisi sebanyak 2,6 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer (Nature, 240D. Sebagai perbandingan, total emisi karbon dioksida di seluruh dunia pada tahun tersebut adalah 6 miliar ton.
2) Terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman, baik karena kebakaran, terjebak asap ataupun karena rusaknya habitat. Kebakaran juga menyebabkan banyak spesies endemis/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
3) Menyebabkan banjir selama beberapa minggu di saat musim hujan dan kekeringan di saat musim kemarau.
4) Kekeringan yang ditimbulkan dapat menyebabkan terhambatnya jalur pengangkutan lewat sungai dan menyebabkan kelaparan di daerah-daerah terpencil.
5) Kekeringan juga akan mengurangi volume air waduk pada saat musim kemarau yang mengakibatkan terhentinya pasokan listrik melalui PUIA pada musim kemarau.
6) Musnahnya bahan baku industri perkayuan, mebel/furnitur. Lebih jauh lagi hal ini dapat mengakibatkan perusahaan perkayuan terpaksa ditutup karena kurangnya bahan baku dan puluhan ribu pekerja menjadi pengangguran kehilangan pekerjaan.
7) Meningkatnya jumlah penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) dan kanker paru-paru. Hal ini dapat menyebabkan kematian bagi penderita berusia lanjut dan anak-anak. Polusi asap ini juga memperparah penyakit para penderita TBC/asma.
8) Asap yang timbul menyebabkan gangguan di berbagai segi kehidupan masyarakat, antma lain pendidikan, agama, dan ekonomi. Banyak sekolah yang terpaksa diliburkan dan munculnya rasa enggan bepergian jika tidak ada keperluan mendesak. Hal ini mengganggu kegiatan keagamaan
dan mengurangi kegiatan perdagangan/ekonomi. Gangguan asap juga terjadi pada sarana perhubungar/transportasi, yaitu berkurangnya iarak pandang. Banyak pelabuhan udara yang ditutup pada saat pagi hari dimusim kemarau karena jarak pandang yang terbatas dapat berbahaya bagi penerbangan. Sering juga terjadi tabrakan antarperahu di sungai-sungai,karena terbatasnya jarak pandang.

3. Upaya Pencegahan Kebakaran Hutan
Menyadari fungsi hutan sebagai sumber oksigen bagi manusia. Kebijakan pengelolaan hutan lestari harus dilakukan secara terintegrasi. Pengelolaan yang tidak terintegrasi akan berdampak signifikan bagi kehidupan semua makhluk hidup.
Fungsi hutan lindung sebagai "paru-paru dunia" membuktikan pentingnya kawasan ini dipertahankan dari berbagai jenis eksploitasi. Pengesahan Peraturan Pemerintah (PP) No. 2 tahun 2008 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak, mengizinkan pemanfaatan hutang lindung dan hutan produksi bagi kegiatan pertambangan, energi, infrastruktur telekomunikasi, dan jalan tol seluas 927 .648ha.
Harga setiap hektar hutan per tahun sangat murah, yakni sekitar Rp1,2 - 3 juta. Kebijakan "lanjutan" dari Keppres No. 41 tahun2004 menimbulkan resistensi dari berbagai pihak akan dampak pemberian izin pertambangan selama ini.
Kerusakan hutan di Indonesia setiap tahun mencapai 3,4 juta ha atau 13 kali lapangan bola setiap menit. Realitas negatif ini sudah menjadi lampu merah untuk pemerintah, khususnya Deparlemen Kehutanan, bahwa malapetaka lingkungan kini di ambang pintu. Banjir yang melanda sebagian besar Jakarta, Jawa Tengah, dan kota-kota besar lainnya adalah bukti otentik tentang hancurnya hutan kita.
Pembakaran hutan merupakan salah satu ancaman serius terhadap kerusakan hutan Indonesia. Namun demikian, sampai saat ini belum banyak tindakan hokum yang telah diambil oleh pemerintah terhadap para pembakar hutan, meskipun sudah ada peraturan perundangan tentang larangan pembakaran hutan, di antaranya PP No. 4 Tahun 2001.
Secara umum, praktek illegal logging adalah segala kegiatan menebang kayu, membeli, atau menjual kayu dengan cara tidak sah. praktiknya dengan cara menebang di areal yang secara prinsip dilarang, tetapi menjadi legal dengan surat yang dikeluarkan oleh pejabat setempat sebagai hasil kolusi. Status illegal dapat terjadi selama pengangkutan, termasuk proses ekspor dengan memberikan informasi salah ke bea cukai, sampai sebelum kayu dijual di pasar legal.
Akibat illegal logging, hutan-hutan di Indonesia memasuki fase rawan,kerusakannya sudah pada titik kritis. Seluruh jenis hutan di Indonesia mengalami pembalakan liar sekitar 7 ,2 ha hutan per menitnya, atau 2,8 juta ha per tahun. Ini tidak saja mengancam keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya, tetapi juga akan menimbulkan efek berantai negatif pada keseimbangan alam itu sendiri.
a. Reduced Impact Logging (RIL)
Lihatlah Gambar L.9 yang memperlihatkan penebangan kayu-kayu dihutan secara sembarangan. Menebang pohon secara membabi buta tidak hanya menimbulkan kerusakan hutan, tetapi juga meningkatkan emisi gas CO, dunia.
Para peneliti kemudian mengembangkan sistem tebang pohon yang disebutreduced impact logging (RIL). Teknik tebang reduced impact logging (RIL) dapat menjadi solusi. Ini adalah temuan para peneliti yang memantau hutan di berbagai belahan dunia. Pieter Zuidema adalah peneliti dari'Universitas Belanda yang ikut dalam penelitian tentang system tebang RIL. Dengan sistem ini, kerusakan hutan akibat penebangan pohon dapat dikurangi sampai lima puluh persen. Sistem RIL dapat menurunkan emisi CO, akibat penebangan hutan.
Menurut perhitungan, dari 350 juta ha hutan tropis yang boleh ditebang dapat dihemat 500 juta ton CO, setiap tahunnya apabila sistem ini diterapkan dengan baik. Menurut uji coba yang dilakukan di Malaysia, hutan yang ditebang dengan sistem RIL setelah dua belas tahun dapat pulih kembali.
Zuidema dan para peneliti berharap sistem RIL ini akan menjadi masukan bagi KTT Lingkungan di Kopenhagen, Denmark, tahun 2009. Dalam KTT Lingkungan di Bali tahun 2007, sudah mulai dibahas kemungkinan memasukkan pemeliharaan hutan sebagai komponen penting dalam upaya
reduksi COr. Bukan tidak mungkin hasil temuan para ilmuan tentang cara tebang yang lebih efisien ini dapat dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan tentang perlindungan hutan dunia.
b. Forest Stewardship Council (FSC)
Forest stewardship coancil (FSC) adalah organisasi nirlaba (LSM) yang bertujuan menciptakan praktik pengelolaan hutan dunia secara bertanggung jawab. Dalam praktik, hal ini dilakukan dengan cara melaksanakan sertifikasi FSC dan penggunaan label FSC untuk pengelolaan hutan. Untuk menjalankan prosesnya, organisasai ini membuat peraturan yang telah disepakati untuk

Gambar 1.9 lllegal logging
diterapkan dalam mengelola hutan di seluruh penjuru dunia. Dengan cara demikian, penerapan sertiflkat FSC diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap pelestarian hutan. FSC Board of Directors

Gambar 1.10 Diagram alur mekanisme penentuan standar
bangkan FSC.
FSC adalah sertifikat yang dikeluarkan untuk kayu yang diproduksi dengan standar tertentu. Antara lain dengan memperhatikan keanekaragaman hayati pohon dan kepentingan penduduk lokal. Ini sangat bermanfaat bagi penyebarluasan sistem reduced impact logging. Secara prinsip, FSC sudah mensyaratkan reduced impact logging. Ini berarti sudah ada mekanisme untuk mengontrol penerapan sistem tebang ini. Jadi, apabila perusahaan ingin mendapatkan sertiflkasi FSC, mereka harus menerapkan cara tebang yang efisien seperti digariskan oleh sistem reduced impact logging. Sertiflkasi FSC dapat menjadi mekanisme kontrol dalam penerapan reduced impact logging.
C. Keterkaitan Hutan dengan Global Warming
Sumber: me ltin g _pe ople ande arth. c om
Gambar 1.11 Mencairnya es di kutub utara.
Sumber: www.de pdag ri. g o. id
Gambar 1.12 Krisis air bersih.
- ;S.1
" tr
++ - ""#
Pemanasan global adalah adanya proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkatkan 0,74 + 0,18"C (1,33 + 0,32"F) selama seratus tahun terakhir.
Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa sebagai besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh peningkatan konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahanperubahan lainnya, seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrem, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibatakibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan seta tumbuhan.
Para ilmuwan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian utara dari belahan bumi utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan utara tersebut.
Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan makin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembap karena banyak air yang menguap dari lautan. Para ilmuwan belum begitu yakin apakah kelembapan tersebut malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca sehingga keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pad atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak sehingga akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar. Hal tersebut akan menurunkan proses pemanasan. Kelembapan yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara ratarata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir ini.) Badai akan lebih sering terjadi. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya, beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya.
Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatan dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrem.
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland,yang akan lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke -20 danpara ilmuwan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi) pada abad ke-21.
Perubahan tinggi muka laut akan sangat memengaruhi kehidupan di daerah pantai. Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau lain. Erosi dari tebing, pantai,dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai,banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang sangat banyak hanya untuk dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.
Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapatkan keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semikering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin,yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan penyakit yang lebih hebat.
Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malanutrisi. Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai, dan kebakaran) serta kematian akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat pengungsian. Di tempat tersebut sering muncul penyakit, seperti diare, malanutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan penyakit lainnya.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vector (vector-borne diseases). Hal tersebut akan meningkatkan kejadian demam berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru bagi nyamuk untuk berkembang biak.
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat makin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida lepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain. Cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.

1. Penyerapan Karbon
Carayangpaling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon,terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya,menyerap karbon dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Di banyak area,tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggat. Langkah untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam mengurangi makin bertambahnya gas
rumah kaca.
Gas karbon dioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranyadengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak. Cara ini untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan (lihat Enhanced oil Recovery).Injeksi juga dapat dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah,seperti dalam sumur minyak, lapisan batu bara, ataupun aquifur. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas pantai Norwegia. Di tempat pengeboran tersebut, karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama gas alam ditangkap dan dinjeksikan kembali ke aquiftr sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batu mulai menirlgkat pesat sejak revolusi bara menjadi sumber energi dominan untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19.
Pada abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi. Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara karena gas melepaskan karbbn dioksida lebih sedikit jika dibandingkan dengan minyak, apalagi jika dibandingkan dengan batu bara. Walaupun demikian, penggunaan energi terbarui dan energi nuklir lebih mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Energi nuklir, walaupun kontroversial karena alasan keselamatan dan limbahnya yang berbahaya, bahkan tidak melepas karbon dioksida sama sekali.
Emisi (buangan) industri merupakan sumber kerusakan utama terbentuknya karbon dioksida atmosfer yang menyebabkan terjadinya pemanasan bumi (global warming) dan perubahan iklim. Kyoto Protocol L997 dengan United Nation Framework Convention on Climate Change-nya membuat suatu mekanisme baru, yaitu negara-negara industri dan negara penghasil polutan terbesar diberi kesempatan untuk melakukan kompensasi dengan cara membayar negara-negara berkembang untuk mencadangkan hutan tropis yang mereka miliki sehingga terjadi "sequestration" alal;- penyimpanan sejumlah besar karbon.
Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), yaitu sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisilpengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.
Cara tersebut di antaranya dengan menu'niut pertanggungjawaban negara-negara maju, khususnya anggota Gang of Fours (G4), yaitu Amerika Serikat, Australia, Jepang, dan Kanada. Keempat negara tersebut adalah penyumbang emisi karbon atau polutan terbesar sehingga berkewajiban menurunkan emisinya secara bertahap dan signifikan sesuai dengan ketentuan dalam Protokol Kyoto. Namun, fakta menunjukkan mereka menguasai ajang yang diikuti oleh lebih dari 186 negara tersebut.
The United Nations Climate Change Conference (UNCCC) 2007 yang berlangsung di Denpasar, Bali, 4-15 Desember 2007 lalu dinilai sukses dengan dilahirkannya beberapa kesepakatan penting di antaranya Bali Road Map. Bali Road Map ini merupakan kesepakatan aksi adaptasi, pengurangan emisi gas rumah kaca, serta transfer teknologi dan keuangan yang meliputi adaptasi dan mitigasi.
Konvensi ini berjalan alot karena sikap keras negara-negara maju, seperti Amerika Serikat, yang selalu menjadi penghalang utama kesepakatan yang akan diambil dalam konvensi. Sikap Amerika Serikat ini disertai oleh Kanada dan Jepang yang juga tidak menyetujui target penurunan emisi karbon yang diperbesar (deeper cut)bagi negara-negara maju, yakni sebesar 25-40 persen pada2020.
Penolakan tiga negara maju ini berdasarkan kekhawatiran bahwa penurunan emisi karbon akan mengganggu kepentingan ekonomi negara mereka. Sebaliknya, Uni Eropa dan negara-negara berkembang yang tergabung dalam G 77 + China menyetujui target tersebut bahkan meminta kesepakatan itu bersifat mengikat dan masuk deklarasi Bali.

Perdebatan sengit di konvensi itu memberikan gambaran yang jelas bahawa negara-negara berkembang sudah menunjukkan komitmen mereka untuk melakukan penyelamatan hutan. Namun sebaliknya, neg{ra-negara maju terutamaAS, Kanada, dair Jepang belum menunjukkan komitmen yang tegas terhadap penurunan gas emisi karbon. Padahal, penurunan emisi karbon adalah faktor yang paling esensial untuk mengurangi efek pemanasan global.

2. REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Degradation) Salah satu poin terpenting yang dihasilkan dan berkenaan langsung dengan Indonesia adalah disetujuinya program REDD. Program ini bertujuan untuk memperluas cakupan kegiatan penurunan emisi tidak hanya melalui pencegahan deforestasi, tetapi juga melalui upaya penurunan kerusakan hutan.
Dengan adanya program REDD ini, negara hutan tropis akan melindungi keberadaan hutannya untuk menyerap emisi karbon dari negara maju. Sebagai imbalan, negara maju akan memberikan bantuan dana dan teknologi kepada Negara hutan tropis.
Namun, terdapat beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengurangi laju emisi dari kegiatan deforestasi dan degradasi hutan (REDD), yaitu sebagai berikut.

a. Mengkaji ulang skema REDD dengan memasukkan masyarakat sebagai unsur yang turut serta dilibatkan sehingga berhak mendapatkan kompensasi dana REDD.

b. Melarang hutan alam dikonversi menjadi hutan tanaman industri atau perkebunan. Eutan tanaman industri atau perkebunan harus dibuka di dalam kawasan hutan yang sudah mengalami kerusakan berat atau tidak produktif.
Selama ini, pembukaan hutan tanaman industri dan perkebunan justru di hutan alam di mana hasil penjualan kayu hutan alam dijadikan biaya pembangunan hutan tanaman industri dan perkebunan tersebut.

c. Melarang konversi lahan gambut menjadi hutan tanaman industri dan perkebunan. Pemerintah sesegera mungkin mengeluarkan program restorasi hutan gambut yang sudah rusak dengan mempbrbaiki kondisi hidrologisnya serta mempercepat laju regenerasi hutan gambut melalui kegiatan pengayaan alam buatan.

d. Menekankan kembali kewajiban melaksanakan sistem pengelolaan hutan yang berkelanjutan sesuai dengan pedoman dalam aturan internasional untuk reduced impact logging (RIL) di mana Indonesia ikut menandatangani kewajiban ini.

e. Memveriflkasi ulang data luas hutan yang ada sehingga lebih dapat dijustifikasi keakuratannya melalui analisis yang lebih rinci.

f. Melakukan sesegera mungkin perhitungan tingkat emisi dari hutan dengan menggunakan data yang sudah diperbarui (sesuai hasil dari kegiatan butir e) dengan metode yang direkomendasikan oleh sekretariat UNFCCC. Apabila hal ini tidak dapat ditunjukkan, kemungkinan kualitas hasil perhitungan akan dinilai rendah dan akan memengaruhi nilai tawar atau harga jual karbon dari REDD Indonesia.

D. Sistem lnlormasi Geografis (SlG)
Sistem informasi geografls (SIG) membahas masalah penyimpanan informasi tentang bumi dengan cara otomatis melalui komputer secara akurat. Sebagai tambahan pada subdisiplin ilmu geografis lainnya, spesialis SIG harus mengerti ilmu komputer dan'sistem databasae. SIG memacu revolusi kartografl sehingga sekarang hampir semua pembuatan peta dibuat dengan piranti lunak SIG.
Sistem informasi geografis (SIG) atau Geographic Information Syslem (GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geograflratau dengan kata lain SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi kerja (Barus dan Wiradisastra, 2000). Adapun menurut Anon (2001), SIG adalah suatu system informasi yang dapat memadukan antaffi data grafls (spasial) dan data teks (atribut) objek yang menggabungkan data, mengatur data, dan melakukan analisis data yang akhirnya akan menghasilkan keluaran (output) yang dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada masalah yang berhubungan dengan geografi.
Sistem informasi geografis dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sistem manual (analog) dan sistem otomatis (yang berbasis digital komputer). Perbedaan yang paling mendasar terletak pada cara pengelolaannya. Sistem informasi geografis manual biasanya menggabungkan beberapa data seperti peta, lembar transparansi untuk tumpang susun (overlay), foto udara, laporan statistik, dan laporan survey lapangan. Kesemua data tersebut dikompilasi dan dianalisis secara manual dengan alat tanpa komputer. Adapun sistem informasi geografis otomatis telah menggunakan komputer sebagai sistem atau foto udara digital serta,f,oto udara yang terdigitasi. Data lain dapat berupapeta dasar t6rdigitasi (Nurshanti; 1995).
Tujuan pokok pemanfaatan SIG adalah untuk.mempermudah mendapatkan informasi yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi atau obyek.
Ciri utama data yang dapat dimanfaatkan dalam SIG adalah data yang telah terikat dengan lokasi dan merupakan data dasar yang belum dispesif,kasi (Dulbahri, L993). Data-data yang dioleh dalam SIG pada dasarnya terdiri atas data spasial dan data atribut dalam bentuk digital. Dengan demikian, analisis yang dapat digunakan adalah analisis spasial dan analisis atribut. Data spasial merupakan data atribut merupakan data tabel yang berfungsi menjelaskan keberadaan berbagai objek sebagai data spasial.
Penyajian data spasial mempunyai tiga cara dasar, yaitu dalam bentuk titik,bentuk garis dan bentuk area (poligon). Titik merupakan kenampakan tunggal dari sepasang koordinat x, y yang menunjukkan lokasi suatu obyek berupa ketinggian dan lokasi pengambilan sampel. Garis merupakan sekumpulan titik-titik yang membentuk suatu kenampakan memanjang seperti sungai, jalan, dan kontur.
Sementara itu, area adalah kenampakan yang dibatasi oleh suatu garis yang membentuk suatu ruang homogen, misalnya batas daerah, batas penggunaan lahan, pulau dan lain sebagainya. Struktur data spasial dibagi dua, yaitu model data raster dan model data vektor. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid) sel sehingga terbentuk suatu ruang yang teratur. Data vektor adalah data yang direkam dalam bentuk data spasial

Komentar

Postingan Populer